Matahari terbit dari sebelah timur, diiringi suara ayam berkokok keras yang membangunkanku dari tidur lelap. Pagi ini angin terasa sangat dingin membuatku enggan untuk berusaha bangun dari tempat tidur.
"Sep bangun sudah pagi, buka tuh tirai jendelanya!" seru ibuku sambil mengetuk pintu.
"Iya, bentar lagi ya Mah!" Jawabku dengan nada malas.
Dialog dikala pagi seperti itu, tak ubahnya terdengar.
Bangun dari tidur dan mebuka hangatnya selimut yang menyelimuti tubuh ini terasa sangat berat bagiku, mungkin karena ambisi bunga tidur masih menghantuiku.
Sangat berat untuk bisa membuka mata ini, sangat berat untuk bisa melangkahkan kakiku ini, ada batu besar diatas tubuhku ini, api unggun hangat menyala-nyala di samping tempat tidurku. Api unggun yang sulit untuk dipadamkan, api unggun yang tidak akan padam hingga aku terbakar hangus dimakannya.
Hangat, memang terasa hangat api unggun ini, terasa begitu nyamannya di pelukan bulu-bulu halus yang menyelimutiku.
"Kawan, ayo bangun! rizki dan berkahmu sudah melambai disana!" Seru si Ayam jago
"Alah, tidur akan membuatmu lebih nyaman, daripada melangkahkan kakimu keluar sana, disana udaranya dingin lo!" Kata si Api unggun menggodaku.
Bergejolak hati nurani ini mendengar dialog putih dan hitam.
Terlihat di dinding sebelah kanan kamarku, berdetak sebuah jam menunjukan pukul 04.15 wib, saat itupun mulai terdengar alunan syair-syair, mengiringi lantunan adzan subuh, alunan yang merupakan gateway penghubung sekumpulan user yang ada di bumi. Lantunan adzan itu seakan sekumpulan air jernih yang mematikan api yang menyala-nyala.
Terasa terhipnotis tubuh ini mendengar lantunan adzan tersebut. Aku berdiri dari tempat tidurku, tak tau sebenarnya apa yang terjadi pada ku ini, lantunan adzan itu memaksa kakiku untuk melangkah ke rumah Allah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment