Tuesday 17 February 2015

Semester Tiga : Kangen Dosen Killer

Ah tak terasa semester tiga selesai sudah, sumpah rasanya seperti beberapa minggu saja perkuliahan di semester kemarin, entah karena ane yang mulai rajin main, atau emang karena beberapa dosen yang malas masuk kelas, sehingga ane berasa gak dapat apa-apa dari smester tiga ini. 1 tahun setengah jadi mahasiswa ane semakin kenal dengan tipe-tipe dosen, dosen killer sih udah biasa, eh ... kalau gak salah di semester ini gak ada tipe dosen kayak gitu deh, nah mungkin karena itu di semester tiga kemarin rasanya kurang menantang. Ngomong-ngomong soal dosen killer, dulu ane memang gak setuju sama keberadaan spesies dosen kaya gitu, mungkin karena ane dulu masih labil dan masih di rasuki jiwa mahasiswa pecundang. Namun pada kenyataannya spesies dosen kayak gitu bahkan memberikan efek positif lebih kepada kita, mereka tidak hanya mengajari kita tentang seputar matakuliah saja. Justru mereka melatih kita agar mempunyai mental baja, melatih mental kita untuk dapat sinkron dengan hati dan pikiran kita. Berpikir di bawah tekanan itu tidak mudah loh, dan ane rasa itu perlu di latih, salah satunya ya dengan adanya dosen killer ini. Nah itu yang membuat ane kangen dengan spesies dosen kayak gitu, yang di semester tiga ini sosok dosen seperti itu gak ada.

Sedikit flashback ke masa lalu, waktu ane masih SMA, ya jaman-jamannya ane masih pake celana cutbray, rambut di acak-acakin, dan gengsi masih terlampau tinggi. Semester pertama kelas sepuluh ane mulai dapat teman baru, yang rata-rata tingkat kepintarannya di bawah rata-rata, sama kaya ane, kegiatan sehari-hari di sekolah bermain, tukeran video (eh jangan mesum ... , video-video anime kok ). Pulang sekolah nongkrong sambil ngecengin cewek-cewek yang lewat. Dan hari-hari yang menyenangkan itu berlangsung sampai ane masuk kelas sebelas dengan tanpa prestasi apapun ane dapetin. Sampai akhirnya guru killer itu datang membawa setumpuk buku cerita menyeramkan, "Matematika".

Dosen killer, sumber nyunyu.com
 Gak killer-killer amat sih, tapi ente pasti tau kan, sebaik-baiknya guru matematika, masih lebih baik guru olah raga. Satu amalan yang ane jalankan ketika dia masuk kelas adalah duduk manis dan lakukan apa yang dia perintahkan. Pernah suatu hari ane lupa ngerjain PR dan ane di bully habis-habisan di depan kelas di suruh ngerjain PR itu, yg pastinya ane gak bisa, dan jawabannya dia tunggu sampai waktu istarahat. Sebelum waktu istirahat ane langsung tanya ke temen-temen buat ngejelasin  materi matemika yang hampir bikin otak kiri ane pecah. Dengan kemampuan berpikir ala kadarnya, akhirnya ane bisa menyelesaikan soal tersebet dengan benar dan tepat.

Berkat kejadian itu ane jadi rajin nanya seputar pelajaran, diskusi bersama teman-teman, dan hidup ane setelah itu sedikiy lebih normal dari biasanya.

Bayangkan kalau waktu itu ane gak ketemu sama spesies guru killer sperti itu ... mungkin sekarang ane sudah tergerus arus kebodohan. Begitupun sekarang dunia perkuliahan lebih keras kawan, Budaya “Bullying” semakin menjadi, rok mini ... berkeliaran tanpa henti. Loh apa hubungannya ? ya jelas itu semua tekanan, yang jika kita tidak punya mental kuat, you are gonna die soon.

Nah, makanya dosen killer itu bukan tipe dosen yang harus di takuti tapi dihadapi, dalam artian menyerap sisi baiknya dan membuang yang jelek-jeleknya. Khudz ma shafa wa da’ ma kadar, ambillah sesuatu yang baik dan tinggalkanlah sesuatu yang buruk.

Di semester tiga kemarin muncul tipe-tipe dosen baru dari yang perhatian, so sibuk, tampil nyentrik dan perfectionist  sampai ada yang malas-malasan sebelas duabelas dengan mahasiswanya. Memang kurang berkesan, tapi setidaknya di semester ini pengalaman pertama kali ane ngalamin perkuliahan remidial, lagi-lagi yang jadi biang kerok adalah matematika. Ini cerita semester pendek pertama ane  >> Klik disini!

Author : asepkoharPosted On : Tuesday 17 February 2015Time : 2/17/2015

No comments:

Post a Comment

SHARE TO :
Powered by : Blogger